PENGERTIAN AKHLAK,
ETIKA dan MORAL
A.
AKHLAK
Secara linguistik atau
bahasa, akhlak berasal dari bahasa arab yakni
khuluqun yang menurut loghat diartikan:
budi pekerti,perangai, tingkah laku
atau tabiat. Kalimat tersebut
mengandung segi-segi persesuaian dengaN perkataan khalakun yang
berarti kejadian, serta erat hubungan dengan khaliq yang berarti pencipta dan
makhluk yang berarti diciptakan. Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai
media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk dan
antara makhluk dengan makhluk.
Menurut
Imam Al-Ghazali sebagamana yang dikutip oleh Islail Thabib (1992: 2) bahwa
akhlak adalah:
“Akhlak adalah pernyataan gerak-gerik dalam
jiwa yang tertanam di dalamnya, sehingga menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan
mudah melakukannya tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.
Defenisi akhlak secara
substansi tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri
yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu :
1.
Perbuatan akhlak adalah
perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi
kepribadiannya.
2.
Perbuatan akhlak adalah
perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini berarti bahwa
saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar,
hilang ingatan, tidur, atau gila.
3.
Perbuatan akhlak adalah
perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada
paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbutan yang dilakukan
atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Bahwa ilmu akhlak
adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai baik
atau buruk.
4.
Perbuatan akhlak adalah
perbuatan yang dilakukan dengan sesunggunya, bukan main-main atau karena
bersandiwara
5.
Sejalan dengan ciri
yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan
yang dilakukan karena keikhlasan semata-mata karena Allah, bukan karena dipuji
orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.
Secara garis besar,
akhlak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu akhlak baik (akhlak al-karimah)
dan akhlak yang buruk (akhlak madzmumah). Yang termasuk akhlak baik misalnya
seperti berbuat adil, jujur, sabar, pemaaf, dermawan, amanah, dan lain
sebagainya. Sedangkan, yang termasuk akhlak buruk adalah seperti berbuat
dhalim, berdusta, pemarah, pendendam, kikir, curang, dan lain sebagainya.
Akhlak adalah hal yang
terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak mencakup segala pengertian
tingkah laku, tabiat, perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk
dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama rnakhluk. Rasulullah saw
bersabda: " Sesungguhnya hamba yang paling dicintai Allah ialah yang
paling baik akhlaknya".
Dari sudut kebahasaan,
akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitive) dari
kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi majid
af'ala, yuf'ilu if'alan yang berarti al-sajiyah (perangai), at-thobi'ah
(kelakuan, tabiat, watak dasar), al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru'ah
(peradaban yang baik) dan al-din (agama).
B.
ETIKA
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika
berasal dari bahasa yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia etika berarti ilmu pengetahuan tentang
asas-asas akhlak (moral). Sedangkan etika menurut filsafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang
baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh
yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Pada dasarnya,etika membahasa tentang
tingkah laku manusia.
Tujuan etika dalam
pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia
disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk
sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha
mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing
golongan dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang
berlainan.
Secara metodologi, tidak setiap hal
menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis,
metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan
suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia.
Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku
manusia, etika memiliki sudut pandang normatif, yaitu melihat perbuatan manusia
dari sudut baik dan buruk .
Etika terbagi menjadi tiga bagian
utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).
Adapun
Jenis-jenis Etika adalah sebagai
berikut:
1.
Etika
Filosofis
Etika
filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari
kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu,
etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat.
Ada dua sifat etika, yaitu:
a.
Non-empiris Filsafat digolongkan
sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta
atau yang kongkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha
melampaui yang kongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala
kongkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang
kongkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang
seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
b.
Praktis Cabang-cabang filsafat
berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa
itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya
tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang
filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan manusia. Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif,
dimana etika hanya menganalisis
tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil
melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan
kelemahannya.
2.
Etika
Teologis
Terdapat dua
hal-hal yang berkait dengan etika teologis. Pertama, etika teologis bukan hanya
milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya
masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum,
karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara
umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.
Secara umum,
etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari
presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda
antara etika filosofis dan etika teologis.
Setiap agama
dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan
menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang
satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika
teologisnya.
C. MORAL
Moral berasal dari
bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan.
Sedangkan dalam bahasa Indonesia, moral diartikan sebagai susila. Moral adalah
hal-hal yang sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia,
mana yang baik dan mana yang wajar.
Moral (Bahasa Latin Moralitas)
adalah istilah manusia menyebut
ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif.
Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan
tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal
mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal
yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat
secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat
setempat.Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber
interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan
nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta
menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral
yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama.
Dalil-dalil yang berhubungan dengan
akhlak, moral, dan etika
Firman Allah swt:
Artinya :
Sesungguhnya
Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang
tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. (QS. Sad: 46)
Artinya :
Sesungguhnya
dalam penciptaan langit langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (QS. Ali Imran: 190)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar