Selamat datang diwebsite LACENCER SPADE

Anda dapat menemukan beberapa fakta pendidikan dan referensi lainnya diSINI

Sabtu, 21 Januari 2012

JUAL BELI dan MACAM-MACAMNYA


JUAL BELI dan MACAM-MACAMNYA
1.      Pengertian Jual Beli
Jual Beli menurut bahasa artinya menukar sesuatu dengan sesuatu . Dalam bahasa arab jual beli diartikan al-bai’, al-Tijarah dan al-Mubadalah, sebagaimana firman Allah Swt (Fathir: 29)
 :
¨bÎ) tûïÏ%©!$# šcqè=÷Gtƒ |=»tGÏ. «!$# (#qãB$s%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qà)xÿRr&ur $£JÏB öNßg»uZø%yu #uŽÅ  ZpuŠÏRŸxtãur šcqã_ötƒ Zot»pgÏB `©9 uqç7s? ÇËÒÈ
29.  Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,


Adapun jual beli menurut istilah (terminologi) para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain :
a. Menurut Imam Nawawi jual beli adalah Pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan.
b. Menurut Ibnu Qudamah jual beli adalah Pertukaran harta denagn harta, untuk saling menjadikan milik.
Dari beberapa definisi diatas dapat dipahami bahwa inti jual beli ialah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.

Jual beli disyariatkan berdasarkan al-Quran, sunah, dan Ijma’, yakni:
a.       Al-Quran : “Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS.Al-Baqarah : 275)
šúïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ (#4qt/Ìh9$# Ÿw tbqãBqà)tƒ žwÎ) $yJx. ãPqà)tƒ Ï%©!$# çmäܬ6ytFtƒ ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºsŒ öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur yŠ$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkŽÏù šcrà$Î#»yz ÇËÐÎÈ  
275.  Orang-orang yang makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175]. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu[176] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

[174]  Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya Karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. riba yang dimaksud dalam ayat Ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman Jahiliyah.
[175]  Maksudnya: orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.
[176]  riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.


b.      As-Sunah :
Artinya :
“Nabi SAW, ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik. Beliau menjawab, ‘Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur.” (HR. Bajjar, Hakim menyahihkannya dari Rifa’ah Ibn Rafi’)
c.       Ijma’
Ulama sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai.

2.   Rukun dan Syarat Sah Jual Beli
1. Rukun Jual Beli
Adapun rukun jual beli menurut jumhur ulama ada empat, yaitu :
a)      Bai’ (penjual)
b)      Mustari (pembeli)
c)      Ma’qud ‘alaih (barang yang dijual)
d)     Shighat (Ijab dan Qabul)
Akad adalah ikatan kata antara penjual dan pembeli. Jual beli belum dikatakan sah sebelum ijab dan qabul dilakukan sebab ijab qabul menunjukkan kerelaan (keridhaan). Pada dasarnya ijab qabul dilakukan dengan lisan, tetapi kalau tidak mungkin misalnya bisu atau yang lainnya boleh ijab qabul dengan surat menyurat atau isyarat yang mengandung arti ijab dan qabul.
2.      Syarat Jual Beli
Jual beli dikatakan sah apabila memenuhi syarat-syarat. Syarat-syarat tersebut berkaitan dengan ijab qabul,aqid, dan ma’qud ‘alaih
1.         Syarat Sah Akid (penjual dan pembeli)
a.       Berakal ; tidak sah jual beli orang gila.
b.      Dengan kehendaknya sendiri; tidak sah jual beli orang yang dipaksa dengan tidak benar. Adapun orang yang dipaksa dengan benar misalnya oleh hakim menjual hartanya untuk membayar hutangnya, maka penjualannya itu sah.
c.       Keadaannya tidak mubazir (pemboros) karena harta orang yang mubazir itu di tangan walinya.
d.      Baligh ; tidak sah jual beli anak-anak.
2.      Syarat-syarat Ma’qud ‘alaih (benda atau barang)
a.       Suci barangnya ; tidak sah menjual barang yang najis, seperti anjing, babi , dan lain-lainnya yang najis.
b.      Ada manfaatnya; jual beli yang ada manfaatnya sah, sedang yang tidak ada manfaatnya tidak sah, seperti jual beli lalat, nyamuk dan sebagainya.
c.       Dapat dikuasai; maka tidak sah menjual barang yang sedang lari, misalnya jual beli kuda yang sedang lari yang belum diketahui kapan dapat ditangkap lagi, atau barang yang sudah hilang, atau barang yang sulit mendapatkannya.
d.      Milik sendiri, atau barang yang sudah dikuasakannya; tidak sah menjual barang orang lain dengan tidak seizinnya, atau barang yang hanya baru akan dimilikinya/ baru akan menjadi miliknya.
e.       Mestilah diketahui kadar barang/ benda dan harga itu, begitu juga jenis dan sifatnya. Jual beli benda yang disebutkan sifatnya saja dalam janji (tanggungan), maka hukumnya boleh, jika didapati sifat tersebut sesuai dengan apa yang telah disebutkan.
3.      Syarat Ijab dan Qabul (shighat)
Ijab artinya perkataan penjual, misalnya : “Saya jual barang ini dengan harga sekian”, sedang Qabul artinya kata si pembeli, misalnya : “Saya terima (saya beli) dengan harga sekian”.
Syarat sah Ijab Qabul :
a.       Jangan ada yang membatas/ memisahkan, misalnya : pembeli diam saja setelah si penjual menyatakan ijab atau sebaliknya.
b.      Jangan disela dengan kata-kata lain.
c.       Jangan berta’liq yaitu seperti kata penjual : “Aku jual sepeda ini pada saudara dengan harga Rp 110.000,- setelah kupakai sebulan lagi”.
d.      Jangan pula memakai jangka waktu, yakni seperti katanya : “Aku jual sepeda ini dengan harga Rp 100.000,- kepada saudara dalam waktu sebulan/ seminggu dan sebagainya”.

2.      Macam-macam Jual Beli

A.    Ditinjau dari Segi Hukum
a.       Jual beli yang sah menurut hukum
Yaitu jual beli yang memenuhi syarat-syarat dan rukun jual beli serta tidak terdapat unsur yang menyebabkan tidak sahnya jual beli.
b.      Jual beli yang sah tapi terlarang
Ada beberapa cara jual beli yang dilarang oleh agama walaupun sah. Larangan ini, karena mengakibatkan beberapa hal, yang antara lain : menyakiti si penjual atau pembeli, meloncatnya harga menjadi tinggi sekali di pasaran, menggoncangkan ketentraman umum.
B.  Ditinjau dari Segi Obyek Jual Beli
a.       Jual beli benda yang kelihatan
Yaitu pada waktu melakukan akad jual beli benda atau barang yang diperjualbelikan ada di depan penjual dan pembeli. Hal ini lazim dilakukan masyarakat banyak dan boleh dilakukan, seperti membeli beras di pasar.
b.      Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian.
Yaitu jual beli salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam adalah untuk jual beli yang tidak tunai, salam pada awalnya berarti meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertentu, maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan barang-barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah ditetapkan ketika akad.
c.       Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat
Yaitu jual beli yang dilarang oleh agama Islam karena barangnya tidak tentu sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian salah satu pihak.
C.  Ditinjau dari segi pelaku akad (subyek), yaitu :
a.       Dengan lisan. Akad yang dilakukan oleh kebanyakan orang seperti dengan berbicara.
b.      Dengan perantara atau utusan. Penyampaian akad jual beli melalui perantara, utusan, tulisan, atau surat-menyurat sama halnya dengan ijab qabul dengan ucapan, misalnya Via Pos dan Giro. Jual beli ini dilakukan antara penjual dan pembeli tidak berhadapan dalam satu majelis akad, tetapi melalui Pos dan Giro, jual beli seperti ini dibolehkan menurut syara’.
c.       Jual beli dengan perbuatan (saling memberikan) atau dikenal dengan istilah mu’athah. Yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab qabul, seperti seseorang mengambil rokok yang sudah bertuliskan label harganya, dibandrol oleh penjual kemudian diberikan uang pembayarannya kepada penjual. Jual beli dengan cara demikian dilakukan tanpa sighat ijab qabul antara penjual dan pembeli, menurut sebagian Syafi’iyah tentu hal ini dilarang sebab ijab qabul sebagai rukun jual beli. Tetapi sebagian lainnya, seperti Imam Nawawi membolehkan jual beli barang kebutuhan sehari-hari dengan cara yang demikian, yakni tanpa ijab qabul terlebih dahulu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

galery photos

galery photos
cakep_keren_gagah_wibawah_brutal_jelek