Selamat datang diwebsite LACENCER SPADE

Anda dapat menemukan beberapa fakta pendidikan dan referensi lainnya diSINI

Sabtu, 21 Januari 2012

RIBAH DAN MASALAHNYA


RIBAH DAN MASALAHNYA
Riba secara literal berarti ‘ziyadah’ (tambahan) dan an-naamu (berkembang atau berbunga). Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam, secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.
DR. M. Umer Chapra menulis :” dalam terminologi fiqih, riba berarti suatu tambahan dalam salah satu dari dua barang homogen yang dipertukarkan tanpa adanya suatu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syari’ah.” Wahid Abdus Salam Al-Baly mempertegas defenisi tersebut :”Riba merupakan tambahan yang disyaratkan terhadap uang pokok tanpa ada transaksi pengganti yang disyaratkan.”
Batasan riba yang diharamkan oleh Al-Qur’an sebenarnya tidak memerlukan penjelasan yang rumit. Karena, tidak mungkin Allah mengharamkan sesuatu bagi manusia, apalagi mengancam pelakunya dengan siksa yang paling pedih, sementara bagi mereka sendiri tidak jelas apa yang dilarang itu. Padahal Allah telah berfirman :
šúïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ (#4qt/Ìh9$# Ÿw tbqãBqà)tƒ žwÎ) $yJx. ãPqà)tƒ Ï%©!$# çmäܬ6ytFtƒ ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºsŒ öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur yŠ$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkŽÏù šcrà$Î#»yz ÇËÐÎÈ
275.  Orang-orang yang makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175]. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu[176] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

[174]  Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya Karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. riba yang dimaksud dalam ayat Ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman Jahiliyah.
[175]  Maksudnya: orang yang mengambil riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.
[176]  riba yang sudah diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan.
Huruf “al-ma’rifah” dalam kata “ar-riba” baik sebagai keterangan “lil ‘ahd” ‘lazim dikenal’ atau “lil jinsi” ‘jenis’, atau “lil istighroq” ‘umum’, maksudnya sudah jelas dan terang, yaitu mengharamkan seluruh jenis riba. Seandainya pengertian riba masih kabur, mestilah diterangkan Allah kepada mereka. Ayat ini tidak mendefenisikan lagi kata riba mengingat sudah lazim dikenal secara umum. Riba sebagai suatu bentuk transaksi telah dikenal oleh bangsa Arab sejak masa jahiliyah, dan juga dikenal oleh non Arab. Bangsa Yahudi telah mempraktikkan riba jauh sebelum itu, sampai-sampai perbuatan tersebut diinventarisasi oleh Al-Qur’an dalam kumpulan catatan kriminal mereka :
Mereka (Yahudi) mengambil riba, padahal telah dilarang dari perbuatan itu.” (Q.S An-Nisaa’ : 161)
ãNÏdÉ÷{r&ur (#4qt/Ìh9$# ôs%ur (#qåkçX çm÷Ztã öNÎgÎ=ø.r&ur tAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# È@ÏÜ»t7ø9$$Î/ 4 $tRôtGôãr&ur tûï̍Ïÿ»s3ù=Ï9 öNåk÷]ÏB $¹/#xtã $VJŠÏ9r& ÇÊÏÊÈ
161.  Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya mereka Telah dilarang daripadanya, dan Karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. kami Telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.
A.           HUKUM RIBA
Riba diharamkan oleh seluruh agama samawi, dianggap membahayakan oleh Islam, Yahudi dan Nashrani.
Larangan riba muncul dalam Al-Qur’an pada empat kali penurunan wahyu yang berbeda-beda. Yang pertama, Q.S Ar-Ruum ayat 39 diturunkan di Mekkah.
!$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB $\/Íh (#uqç/÷ŽzÏj9 þÎû ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# Ÿxsù (#qç/ötƒ yYÏã «!$# ( !$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB ;o4qx.y šcr߃̍è? tmô_ur «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqàÿÏèôÒßJø9$# ÇÌÒÈ
39.  Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).
Selanjutnya, Q.S Ali Imran ayat 130-132 diturunkan kira-kira tahun ke-2 atau ke-3 Hijriyah.
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#qè=à2ù's? (##qt/Ìh9$# $Zÿ»yèôÊr& Zpxÿy軟ÒB ( (#qà)¨?$#ur ©!$# öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÌÉÈ (#qà)¨?$#ur u$¨Z9$# ûÓÉL©9$# ôN£Ïãé& tûï̍Ïÿ»s3ù=Ï9 ÇÊÌÊÈ (#qãèÏÛr&ur ©!$# tAqߧ9$#ur öNà6¯=yès9 šcqßJymöè? ÇÊÌËÈ
130.  Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda[228]] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
131.  Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir.
132.  Dan taatilah Allah dan rasul, supaya kamu diberi rahmat.

[228]  yang dimaksud riba di sini ialah riba nasi'ah. menurut sebagian besar ulama bahwa riba nasi'ah itu selamanya Haram, walaupun tidak berlipat ganda. Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya Karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. riba yang dimaksud dalam ayat Ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman Jahiliyah.
B.           KLASIFIKASI
Terdapat perbedaan pendapat Ulama dalam mengklasifikasikan riba. Ada yang menyebutkan riba terbagi 2, terbagi 3 dan terbagi 4. disini penulis mengambil pendapat Ulama yang membagi riba kepada dua macam, yaitu riba Fadhl  dan riba Nasi’ah. Karena penulis menilai ini lebih mudah dicerna dan dimengerti.
Diantara para Ulama yang membagi riba kepada fadhl dan Nasi’ah  adalah : Sayyid Sabiq, Fakhruddin Ar-Razi, Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, Abdullah bin Ahmad Al-Muqdasi (Faqih Hambali), Hasan Ibnul Muttahar (Faqih Ja’fari), DR. Yusuf Al-Qardhowi.
Kata riba telah disebutkan secara umum dalam Al-Quran atau hadits. Maka, konotasinya tidak lain dari riba yang hakiki, yaitu apa yang dikenal pada era jahiliyah, dan yang populer dengan istilah “riba nasi’ah” ‘riba utang’. Namun, ada lagi jenis riba lain yang dalam hadits disebut “riba fadhl” ‘riba jual-beli’.
Pembahasan penulis kali ini berkisar tentang riba yang asli atau riba jahiliah. Yaitu, riba yang terkenal pada umat-umat dahulu, dan masih berlansung efektif sampai saat ini. Riba inilah yang merupakan tulang punggung bagi sistem kapitalis dan kolonialis Barat.
Istilah nasi’ah berasal dari akar kata nasaa’ yang berarti menunda, menangguhkan atau menunggu, dan mengacu pada waktu yang diberikan bagi pengutang untuk membayar kembali utang dengan memberikan “tambahan” atau “premi”. Karena itu riba nasi’ah mengacu kepada bunga pada utang.
Setidaknya ada dua bentuk riba pinjaman yang dipraktekkan oleh bangsa Arab jahiliah. Pertama, riba yang baru dikenakan pada saat peminjam tidak mampu melunasi utangnya dan meminta perpanjangan waktu. Pada saat jatuh tempo, pemberi utang biasanya memberi dua pilihan : melunasi seluruh pokok pinjaman atau perpanjangan waktu dengan “penambahan” pembayaran. “Penambahan” ini kita kenal dengan baik. Penambahan ini bisa berupa kuantitas, seperti menangguhkan pengambalian seekor unta sekarang dengan dua ekor unta dimasa mendatang, atau dalam umur, seperti menangguhkan pengembalian seekor unta yang berumur satu tahun dengan seekor unta yang berumur dua atau tiga tahun di masa mendatang.
Jadi, riba baru dikenakan bila ada perpanjangan waktu. Ini sangat berbeda bila dibandingkan dengan sistem bunga perbankan modern. Bahkan, tanpa meminta perpanjangan waktupun, sipeminjam harus membayar beban bunga. Masihkah kita akan berdalih bahwa bunga bank tidak memberatkan seperti riba jahiliah? Bahkan, praktik pembungaan uang oleh bank lebih parah dari praktek riba an-nasiah diatas.
Bunga perbankan hari ini ternyata juga telah ada praktiknya pada zaman jahiliah. Yaitu bentuk yang kedua, yang mana bangsa Arab sudah terbiasa dengan situasi di mana seorang pemberi pinjaman uang untuk suatu periode tertentu dan mengambil sejumlah riba (bunga) tertentu setiap bulan. Inilah riba yang berlaku sekarang dan dikutip oleh bank dan lembaga-lembaga keuangan lain di dunia. Allah telah mengharamkannya bagi kaum muslimin.
Intinya, larangan riba nasi’ah mengandung implikasi bahwa penetapan suatu keuntungan positif di depan pada suatu pinjaman sebagai imbalan karena menunggu, manurut syari’ah tidak diperbolehkan. Tidak ada perbedaan apakah persentase keuntungan dari pokok itu bersifat tetap atau berubah, atau suatu jumlah tertentu yang dibayar didepan atau pada saat jatuh tempo, atau suatu pemberian (hadiah) atau suatu bentuk pelayanan yang diterima sebagai suatu persyaratan pinjaman.
Permasalahan bunga (interest) sebenarnya telah dikaji oleh para Ulama dan Pemikir Islam. Mereka telah sepakat menyatakan bahwa bunga (interest) dari semua jenis pinjaman adalah riba yang diharamkan, melalui berbagai keputusan diskusi, seminar dan konfrensi Ilmia Islam Internasional diantaranya :
a.       Keputusan Muktamar Islam II Lembaga Riset Islam diselenggarakan di Kairo pada Muharram 1385 H/ Mei 1965 M, dihadiri oleh para wakil dan utusan dari 35 negara Islam.
b.       Keputusan Lembaga Fikih Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI), dalam sidang Muktamar II di Jeddah, pada tanggal 10-16 Rabi’uts Tsani 1406H /22-28 Desember 1985 M.
c.       Keputusan Lembaga Fikih Islam Rabithah Alam Islami dalam sidangnya yang ke-9, di aula Rabithah Alam Islami di Mekkah, Rajab 1406 H.
Keputusan Muktamar Bank Islam II 1403 H/ 1983 M di Kuwait
Penjelasan Tentang Riba Juga Dijelaskan Dalam Al-Qur’an ( Q.S Al Baqarah : 278-279 ).
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#râsŒur $tB uÅ+t/ z`ÏB (##qt/Ìh9$# bÎ) OçFZä. tûüÏZÏB÷sB ÇËÐÑÈ bÎ*sù öN©9 (#qè=yèøÿs? (#qçRsŒù'sù 5>öysÎ/ z`ÏiB «!$# ¾Ï&Î!qßuur ( bÎ)ur óOçFö6è? öNà6n=sù â¨râäâ öNà6Ï9ºuqøBr& Ÿw šcqßJÎ=ôàs? Ÿwur šcqßJn=ôàè? ÇËÐÒÈ
278.  Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
279.  Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

galery photos

galery photos
cakep_keren_gagah_wibawah_brutal_jelek